Pengikut

Kamis, 28 Juni 2012

Saya ditanya tentang langkah apa yang saya lakukan untuk berperan serta dalam kemajuan/perbaikan instansi, (yang selama ini dikatakan korup) dalam suatu tes lisan. Saya menjawab, "Pertama saya akan mulai dari diri saya sendiri. Saya tetapkan niat saya dan bersungguh-sungguh bekerja dengan penuh tanggung jawab. Yang kedua saya mengusulkan untuk diadakan pembinaan mengenai peningkatan kualitas mental/akhlak/motivasi dalam bekerja." Penguji saya bertanya lagi, "Bagi orang lain di luar instansi kita, orang-orang di instansi kita dianggap lebih mengetahui tentang hal itu karena kita lebih mengerti tentang agama. Lalu bagaimana menurutmu?" Saya agak kesulitan menyusun kata-kata saat itu. Jadi saya menjawab, "Orang-orang di instansi kita memang paham agama tetapi lebih banyak yang paham materinya saja. Kurang dalam aplikasinya." Penguji saya tersenyum dan mencukupkan pertanyaannya.

Siangnya saya mengikuti jama'ah dhuhur di masholla kantor, ketika itu yang menyampaikan kultum adalah Drs. H. Sigit Warsito, salah satu kasi di seksi Haji. Beliau mengingatkan jamaah pada QS. Al-Hujurat 14, yang berbunyi, "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah Islam", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Ada perbedaan antara keimanan dalam tingkat Iman dan Islam. Orang yang beriman itu tingkatannya di atas orang yang baru ber-Islam. Orang yang beriman itu diakui keimanannya oleh Allah, bukan hanya orang yang mengaku-aku beriman. "Seperti halnya seseorang yang mengaku-aku saudara pejabat, hal tersebut tidak akan berarti jika pejabat tersebut tidak mengakuinya. Saya misalnya, mengaku-aku saudara Pak Maskul (Kepala Kantor) atau Sultan (Hamengku Buwono IX, raja Jogja) tidak akan berarti jika beliau berdua tidak mengakui saya. Sama halnya dengan keadaan kita, kadang-kadang kita terlena dan mengaku sudah beriman, tapi benarkah? Mari kita renungkan kembali. apakah kita sudah mendapat ppengakuan dari Allah jika kita beriman kepada-Nya? atau apakah kita baru seperti orang-orang Arab Badui itu?

Bersambung